Langsung ke konten utama

Tidak Hanya Menambang SDM, Perguruan Tinggi Juga Menambang SDA

Tugas dan tanggung jawab Perguruan Tinggi sebagai institusi akademik, ia tak lepas dari Tri Dharma Perguruan Tinggi: Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian. Dalam pembahasan revisi pembaharuan UU Minerba di ruang DPR, kerja Perguruan Tinggi tidak hanya menggali ilmu, namun juga menggali tanah. Sektor usaha tambang bukanlah satu-satunya. Bukankah, masih banyak sektor-sektor usaha lain yang bisa dikatakan tidak begitu sensitif terhadap persepsi publik.


Oleh: Cak Emet

Setelah memberikan izin pengelolaan tambang pada organisasi kemasyarakatan, kini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberikan izin pengelolaan tambang kepada Perguruan Tinggi. Sektor pertambangan semakin menjadi sorotan publik. Beragam respon muncul dari beragam kelompok dan institusi, mulai dari komunitas lingkungan, Asosiasi Pertambanhan, hingga institusi perguruan tinggi. Pro dan kontra tak terhindarkan. Ada yang mengkritik, ada pula yang menerima secara terbuka, selain itu ada juga memberi pertimbangan dengan sikap netral. 

Kalau kita berangkat dari tugas dan tanggung jawab Perguruan Tinggi sebagai institusi akademik, ia tak lepas dari Tri Dharma: Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian. Dalam pembahasan revisi pembaharuan UU Minerba di ruang DPR, kerja Perguruan Tinggi tidak hanya menggali ilmu, namun juga menggali tanah. 


Tentu setiap orang atau kelompok ataupun lembaga, memiliki hak untuk mengelola suatu usaha, termasuk usaha tambang. Tidak terlepas dari perguruan tinggi, juga berhak untuk mengelola usaha tambang. Namun, dalam pengelolaan suatu usaha milik negara, diperlukan pertimbangan yang matang. 


Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertambahan Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey memang tidak menolak secara utuh kebijakan pemerintah yang memberikan izin pengelolaan usaha tambang untuk organisasi dan perguruan tinggi, namun ia mengkritik pemerintah yang berencana untuk memprioritaskan keduanya. Meidy meminta pemerintah harus tegas dalam memberikan izin untuk mengelola lahan tambang, tentu sesuai dengan klasifikasi dan kapabilitas yang dimiliki oleh pengelola, termasuk organisasi dan perguruan tinggi.


Seperti yang dilansir dari tempo.co, “Betul (menolak). Jangan pernah ada kata prioritas, saya minta yang adil. Kalau mau gandeng semuanya, oke. Tapi lelang terbuka,” kata Meidy ketika ditemui setelah menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Legislasi DPR mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (RUU Minerba) di Jakarta, Rabu, 22 Januari 2025. 


Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PKB, Habib Syarief Muhammad Alaydrus, juga menolak usulan terhadap pemberian izin pengelolaan usaha tambang pada perguruan tinggi. Karena bagi Habib Syarief, tugas perguruan tinggi adalah menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, bukan mengelola tambang.


"Perguruan tinggi punya peran besar dalam mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Bukan mengelola tambang, karena itu bukan tugas perguruan tinggi," ujarnya pada Rabu, 22 Januari 2025, seperti yang dilansir dari voi.id.


Apa yang dikhawatirkan oleh Habib Syarief dan Meidy tentu juga menjadi kekhawatiran kita bersama. Jangan sampai pengelolaan tambang mengganggu fokus perguruan tinggi dalam memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu. Seperti apa yang ditulis oleh tim redaksi kompas.id,


“Perguruan tinggi menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Beberapa perguruan tinggi memiliki jurusan pertambangan, tetapi terbatas pada ruang lingkup Tri Dharma Perguruan Tinggi tersebut. Kita mengetuk hati nurani sivitas akademika untuk merenungkan, apakah keterlibatan langsung perguruan tinggi dalam usaha pertambangan tidak bertentangan dengan nilai-nilai akademik yang dijunjung tinggi.”


Beberapa Perguruan tinggi juga ikut membuka suara terkait rencana pemerintah memberikan izin pengelolaan usaha tambang untuk perguruan tinggi. Beragam respon bermunculan pada masing-masing institusi, ada yang membuka diri untuk menerima, juga menolak konsesi tersebut.


Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Fathul Wahid justru menolak dengan tegas terhadap usulan pemberian izin tersebut. Seperti yang dilansir dari cnnindonesia.com, "UII tidak setuju gagasan pemberian izin pertambangan ke kampus," kata Fathul saat dihubungi, Sabtu (25/1). 


Penolakan Fathul Wahid tidak hanya karena peran dan fungsi dalam Trid Darmha Perguruan Tinggi, justru ia khawatir terhadap pengelolaan tambang itu sendiri. Aktivitas pertambangan selama ini seringkali terjadi mengakibatkan kerusakan lingkungan dan rentan terjadi konflik, penggusuran, yang berdampak negatif terhadap masyarakat lokal.


Pakar hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Herlambang Perdana Wiratraman mengkritik kebijakan tersebut, bahwa hal itu merupakan suatu bentuk kegagalan mengelola negara, “Ini menunjukkan negara nggak becus mengurusi pendidikan. Bukan begitu caranya,” kata ia, pada Rabu, 22 Januari 2025 yang dilansir dari tempo.co. 


Sama halnya dengan Fathul, Herlambang juga menyoroti pertambangan yang seringkali menyebabkan kerusakan lingkungan. Ia khawatir, persepsi publik yang negatif terhadap pertambanhangan akan berdampak pada citra perguruan tinggi sebagai lembaga pencetak generasi bangsa yang bermutu. 


Sedangkan, Dekan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) Ridho Kresna Wattimena memberikan pandangannya terhadap bagaimana area tambang yang dikelola oleh perguruan tinggi. Ia meminta DPR harus memperhatikan status dari konsesi tambang sebelum izinnya diberikan kepada perguruan tinggi.


"Kalau wilayah itu adalah greenfield, tentu perguruan tinggi harus eksplorasi, bikin amdal, studi kelayakan, baru bisa melakukan desain dan menambang," kata Ridho dalam rapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR di Kompleks Parlemen, dikutip Jumat (24/1/2025), yang dilansir dari bloombergtechnoz.com.


Berbeda halnya dengan Fathul (UII) dan Herlambang (UGM), Ridho (ITB) menerima niat baik pemerintah atas kesempatan pemberian izin usaha tambang terhadap perguruan tinggi, namun dengan beberapa pertimbangan. Seperti yang dilansir dari bloombergtechnoz.com, Dia menggarisbawahi, jika perguruan tinggi pada akhirnya mendapat kesempatan untuk mengelola tambang, ada baiknya diberikan area lahan tambang yang sudah diciutkan (relinquish) maupun wilayah yang sudah dikembalikan kepada pemerintah.


Terlepas dari beragam respon di atas, positif ataupun negatif, menerima ataupun menolak, perguruan tinggi haruslah tetap berada di atas garis tujuan dan fungsinya, yaitu sebagai lembaga yang mencetak generasi bangsa bermutu melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi. 


Bagaimanapun, perguruan tinggi merupakan tonggak bagi kemajuan bangsa. Rakyat selalu menitipkan harapan besarnya pada perguruan tinggi. Jika perguruan tinggi dimasuki hal-hal yang dapat merusak nilai-nilai akademika, maka awal dari sebuah kehancuran bangsa. Kami berharap perguruan tinggi merenungkan kembali apa yang menjadi tawaran pemerintah, entah sebagai bentuk hadiah. 


Jika alasan menerima tawaran tersebut adalah untuk menambah keuangan yang dapat dijadikan pendanaan dalam mengelola lembaga demi kemajuan pertumbuhan, baik pengelolaan Sumber Daya Manusia ataupun sarana-prasarana dan fasilitas yang memadai. Akan tetapi, sektor usaha timbang bukanlah satu-satunya. Bukankah, masih banyak sektor-sektor usaha lain yang bisa dikatakan tidak begitu sensitif terhadap persepsi publik.


Komentar

Popular Posts

"Makrifat dari Kaum Pelacur"

 Oleh: Minju Wahai jiwa-jiwa yang terpisah dari tubuh. Sungguh merana dan terasingnya dirimu. Hati menangis, tapi mulut harus tetap bersuara merdu. Hidup bagaikan dipasung ditiang salib lebih lama dari yang dialami Yesus sang penebus dosa. Bedakmu yang tebal yang tebal tercipta dari sengsara yang tak mau berpisah dari kulitmu. Bajumu yang terbuka dan aurat yang kau perlihatkan ternyata masih kalah menariknya dari para pemimpin kita yang setiap hari memamerkan rumah mewah dan mobil keluaran terbaru mereka dari pabrik terkenal. Tubuhmu, kutukan yang muncul bukan dari langit tapi ciptaan yang dinasabkan oleh kekuatan sosial dan ekonomi politik. Adakah ahli spiritual dan mistikus yang sudi membahasakan desahanmu yang tidak kalah religiusnya dengan suara azan di menara-menara rumah tuhan? Perjalanan hidupmu dalam meresapi penderitaan hingga merasuk ke dalam pori-pori tubuhmu adalah salah satu bentuk aktifisme spiritual yang mendarah daging dalam dunia.  “Kami tidak pernah memilih h...

GHIRAH PESTA DEMOKRASI, MASYARAKAT HARUSLAH MEMBUKA CAKRAWALA BERPIKIR

  Oleh: Cak Emet Masyarakat harus cerdas mengontrol  ghirah -nya  dalam menghadapi pesta demokrasi , agar terhindar dari  sesuatu yang tidak diinginkan bersama ; perpecahan, pertikaian, permusuhan,  dan per-per yang buruk lainnya. “Yang hilang dari kita: Akhlaq ” sindir Prof. Quraish Shihab melalui sampul bukunya. Pesta demokrasi sebentar lagi digelar. Seluruh elemen telah memasang kuda-kuda, bersiap-siap menghadapi perhelatan pada ajang perpolitikan yang akan datang. Para pengamat telah mempersiapkan analisanya, para politisi telah mengatur langkahnya, para pemain telah mendesain permainannya, para calon telah memasang timnya, seluruh partai telah menyusun strateginya, dan rakyat sedang memantau dan menonton dari jauh. Pesta demokrasi yang digelar sekali dalam 5 tahun secara konstitusi ini merupakan pesta rakyat, yaitu sebuah momentum yang menentukan seperti NTB 5 tahun ke depan. Pesta demokrasi selalu dibumbui dengan beragam racikan, mulai dari sosia...