Oleh: Cak Emet
Seorang raja yang adil tidak dianggap adil, apabila menterinya zalim. Sebijak apapun seorang pemimpin, tidak dianggap bijaksana apabila ia tidak bisa menahan para kroconya bersikap bodoh, atau para bawahannya membodohi rakyat. Karena itu, jika engkau adalah raja yang bijak dan adil, pancarkanlah kebijaksanaan dan keadilan pada bawahan dan kroco-kroco yang engkau pekerjakan. Maka, pantaslah kau dijuluki sebagai seorang raja ‘Sang Bayangan Tuhan’ seperti yang disebut oleh Imam al-Ghazali.
Berbicara tentang kepemimpinan, yang terlintas dalam benak kita adalah suatu kelompok, komunitas, organisasi ataupun yang sejenis. Di suatu siang menuju sore saya bersama seorang kawan menuju toko buket depan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Kami mengobrol dengan salah satu penjaga toko. Di tengah-tengah obrolan ia nyeletuk pada kawan saya. Sembari meracik bunga plastik, ia bercerita kepada kami tentang salah satu temannya yang anti terhadap organisasi, yang menurut temannya masuk dalam sebuah organisasi atau kelompok, khususnya islam, merupakan kesia-siaan dan tidak jelas, tak ada guna dan manfaatnya.
Berdasarkan obrolan singkat di atas, kami tertarik untuk mendiskusikan, mengkajinya lebih lanjut dan mendalam. Pentingnya sebuah kelompok atau organisasi dalam kehidupan sosial masyarakat menjadi pembuka diskusi dan kajian. Dan dalam sebuah organisasi atau kelompok, khususnya islam, dibutuhkan seorang pemimpin yang ideal. Karena itu kepemimpinan dirasa perlu bahkan wajib untuk dikaji untuk menciptakan maupun memilih seorang pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menjalankan suatu kelompok atau organisasi, kecil ataupun besar, yang relevan dengan kebutuhan organisasi atau kelompok tersebut.
Akan tetapi, kepemimpinan tidak selalu soal memimpin organisasi atau kelompok, bahkan yang paling sederhana adalah kepemimpinan terhadap diri sendiri dan keluarga keluarga. Maka, ilmu tentang kepemimpinan sangat dibutuhkan oleh setiap orang, yang dapat berguna pada tahap yang paling sederhana sekalipun, yaitu membuat keputusan untuk diri sendiri.
Oleh karena itu, kami akan menyajikan dalam tulisan ini akan pentingnya memahami tentang kepemimpinan. Khususnya sebagai muslim, tulisan ini bersandar pada Imam al-Ghazali dalam tulisan beliau yang berisi surat nasihat-nasihat untuk para raja, yang kami sederhanakan dengan ‘Kepemimpinan Perspektif Al-Ghazali’.
Kepemimpinan dan pemimpin adalah dua unsur yang memang tidak dapat dipisahkan, keduanya saling terkait. Untuk menjadi seorang pemimpin ia harus memahami kepemimpinan, entah itu pemimpin bagi dirinya sendiri ataupun pemimpin untuk luar dirinya. Kepemimpinan pada makna sederhananya adalah pemahaman terhadap diri sebagai pemimpin dan memimpin.
Kepemimpinan pada dasarnya adalah kemampuan untuk mempengaruhi dan menginspirasi orang lain untuk mencapai tujuan dan cita-cita secara kolektif. Namun, seperti yang kami singgung di atas, kepemimpinan tidak sekedar digunakan untuk menjadi pemimpin bagi orang lain, akan tetapi juga pemimpin bagi diri sendiri. Kepemimpinan yang paling sederhana dalam kehidupan bersosial atau berkelompok adalah menjadi pemimpin bagi keluarga.
Keluarga yang harmonis ditentukan oleh kepemimpinan seorang lelaki yang baik. Sosial kemasyarakatan yang tentram dan damai ditentukan oleh kepemimpinan kepala masyarakat yang baik. Desa yang dikatakan mandiri dan makmur ditentukan oleh kepemimpinan seorang kepala desa yang baik. Hingga negara yang maju ditentukan oleh kepemimpinan seorang kepala negara yang memiliki pikiran yang visioner.
Oleh karena itu, manusia yang ditakdirkan untuk hidup berdampingan dengan manusia dan makhluk lainnya membutuh pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan yang baik. Namun, pertanyaan yang paling mendasarnya adalah siapa dan bagaimana kepemimpinan yang dapat dikatakan baik?
Imam al-Ghazali dalam kitab at-Tibru al-Masbuk fi Nashihati al-Muluk (1988) yang diterjemahkan oleh Aminullah Furqon dengan judul buku Kitab Leadership: Surat Imam Ghazali Untuk Para Pemimpin (2021) menyampaikan pesan kepada para Raja, dua hal penting yang harus dipegang oleh seorang pemimpin adalah keimanan dan keadilan, karena kedua hal itulah yang menjadi dasar dari sebuah kepemimpinan yang sempurna.
Pemimpin yang beriman menurut beliau sederhananya adalah kepemimpinannya berlandaskan pada ajaran islam. Segala kebijakan dan keputusannya berlandaskan pada al-Qur’an dan Hadits. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak mengerahkan rakyatnya pada jalan yang sesat. Sehingga, kehidupan rakyat jauh dari kekacauan sebagaimana agama yang dimaknai ‘tidak kacau’, berarti teratur.
Bagi al-Ghazali seorang pemimpin adalah bayangan tuhan, kekuasaan itu suci. Oleh sebab itu, pemimpin yang beriman wajib ditaati oleh rakyatnya, selama tidak menyimpang dari jalan Tuhan. Apabila kekuasaan yang tidak dijalankan dengan baik, tidak sesuai dengan ajaran islam, maka laknat Tuhan amatlah pedih. Dalam banyak literatur disebutkan kursi kekuasaan merupakan anugerah dan amanah dari Tuhan, maka wajib bagi seorang pemimpin untuk mensyukuri dan memanfaatkannya dengan sebaik mungkin.
Selain keimanan, seorang pemimpin juga wajib memiliki sifat adil dalam kepemimpinannya. Sederhanya, pemimpin yang adil adalah pemimpin yang terhindar dari kezaliman. Keadilan memang memiliki makna yang sangat kompleks, terdapat perspektif yang sangat luas. Imam al-Ghazali menyajikan 10 pokok keadilan bagi para raja (pemimpin) untuk memahami hakikat keadilan.
Pertama, seorang pemimpin harus memahami kedudukannya, bahwa kekuasaannya adalah nikmat yang diberikan oleh yang Maha Kuasa. Kedua, seorang pemimpin harus menjadi pendengar yang baik, dan mencari nasihat-nasihat yang baik dari para alim ulama. Ketiga, seorang pemimpin harus mampu mendidik dan mengajarkan arti dan perilaku adil terhadap bawahannya, bahkan keluarga hingga rakyatnya. Keempat, menjadi pemimpin harus membiasakan diri rendah hati dan tidak sombong. Kelima, meskipun kau seorang pemimpin, pada keadaan dan tanggung jawab tertentu kau juga harus mampu menempatkan rakyat mu seperti seorang raja supaya kau dapat melayani rakyatmu dengan baik.
Keenam, seorang pemimpin haruslah memahami prioritas tanggung jawabnya kepada rakyat. Ketujuh, menjadi seorang pemimpin, janganlah kau biasakan menuruti syahwat; memakai pakaian mewah, atau memamerkan harta, makan makanan yang enak, cukuplah bagimu hidup sesuai kebutuhan tanpa berlebih, hidup sederhana. Kedelapan, jika kau mampu melaksanakan tugasmu sebagai pemimpin, maka janganlah menggunakan kekerasan. Kesembilan, bersungguh-sungguhlah dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabmu sebagai pemimpin. Dan terakhir yang kesepuluh, yang paling penting adalah menjalankan tugas dan tanggung jawab tidak melanggar ketentuan dan hukum Tuhan, tidak berdasarkan pada keinginan manusia yang serakah terhadap kepentingan diri ataupun kelompoknya.
Dari sepuluh pokok keadilan di atas, yang paling penting bagi seorang pemimpin adalah kepemimpinan yang dilaksanakan dengan baik juga dilaksanakan oleh orang-orang disekitar dan para bawahannya. Seorang raja yang adil tidak dianggap adil, apabila menterinya zalim. Sebijak apapun seorang pemimpin, tidak dianggap bijaksana apabila ia tidak bisa menahan para kroconya bersikap bodoh, atau para bawahannya membodohi rakyat. Karena itu, jika engkau adalah raja yang bijak dan adil, pancarkanlah kebijaksanaan dan keadilan pada bawahan dan kroco-kroco yang engkau pekerjakan. Maka, pantaslah kau dijuluki sebagai seorang raja ‘Sang Bayangan Tuhan’ seperti yang disebut oleh Imam al-Ghazali.
Komentar
Posting Komentar