Langsung ke konten utama

Tugu Jogja dari Kaca Mata Pengunjung

Oleh: Cak Emet
Tugu Yogyakarta 2024


Pada hari itu, ketika sore menuju magrib, aku yang pertama kali dalam hidup menginjakkan kaki di Daerah Istimewa Yogyakarta di ajak berkeliling oleh salah satu kawan yang sudah lama tinggal di Jogja, salah satu kunjungan lokasi pada hari itu adalah Tugu Jogja. Pertama kali melihat Tugu Jogja, seperti Tugu di desa ku, Pringgasela. Akar sejarahnya barang kali mirip, akan tetapi cuma berbeda masa berdirinya. Aku melihat Tugu Jogja seperti melihat Tugu Mopra, cuman lebih luas dan ramai, tentu alasan pengunjung berdatangan ke Tugu Jogja jelas berbeda dengan ke Tugu Mopra.



Berdatangan ke Tugu Mopra, kalau bukan alasan berbelanja, ya nongkrong. Di tugu Jogja, aku menyaksikan beragam alasan orang-orang yang berdatangan. Alasann yang paling banyak, pastinya berfoto ria menciptakan momen dan kenangan, juga bukti pernah datang ke Daerah Istimewa Yogyakarta. Seperti halnya dengan ku, meskipun bukan untuk foto-foto, setidaknya aku pernah melihat Tugu Jogja selama masih hayat. 


Setiap pengunjung punya alasan tersendiri ketika datang ke Tugu Jogja, tak ada yang cacat dalam alasan itu. Sebagian besar berdatangan untuk mengambil gambar, mungkin saja degan tema aku dan Tugu Jogja (dari perspektif yang sangat subjektif), menjadi sebuah kebanggaan pribadi ketika bisa bersanding dengan Tugu Jogja dalam bingkai foto. Bagaimana tidak, Tugu Jogja merupakan salah satu monumen yang sangat ikonik di Indonesia. Bahkan daerah yang wajib di kunjungi bagi wisatawan, baik asing maupun domestik, ketika berkunjung ke Kota Yogyakarta.


Dari tempat duduk, sembari meminum secangkir Kopi Jos khas Jogja serta sepiring gorengan dan sebiji rokok di tangan kiri, dapat kami saksikan segala aktivitas para pengunjung, mulai dari sekelompok keluarga yang berfoto ria, pejalan kaki yang hanya lewat, sekelompok suporter bola yang trek-trekan, hingga sepasang anak muda yang sedang menikmati romansa malam Tugu Jogja.


Namun, ada satu fenomena paling menarik yang kami saksikan saat duduk di sudut area Tugu dekat miniatur Golong Gilik, seorang bapak-bapak bersama anak laki-laki dan istrinya datang dari arah timur. Mereka mengambil tempat duduk di belakang kami. Terdengar mereka mulai mengobrol. Meskipun tidak jelas apa yang ia ceritakan kepada anaknya, lebih banyak menggunakan Bahasa Jawa, namun sedikit-sedikit ada bahasa Indonesia yang bisa ku pahami sedikit.


“Sepertinya ia sedang mengajarkan anaknya tentang Tugu, kamu paham gak apa yang di ucapkan?” tanya ku pada kawan yang sudah lama tinggal d Jawa dan banyak teman dari Jawa. Ia menjawab, bahwa bapak itu sedang bercerita kepada anaknya tentang Tugu Jogja. Tampak sang anak manggut-manggut seperti memahami sesuatu. Aku melihat, bapak itu sedang menunjukkan kepada anaknya miniatur Golong Gilik di samping tempat kami duduk. 


Mulai dari miniatur Tugu Jogja hingga miniatur kerajaan Kesultanan, sambil menunjuk ia bercerita banyak hal kepada anaknya. Sepertinya ia bercerita tentang segala kisah yang ada di balik miniatur tersebut, seperti yang disampaikan oleh kawanku. 


Dari fenomena itu aku terinspirasi satu hal untuk dilakukan di masa depan. Alhamdulillah, hari ini aku telah dijodohkan untuk bertemu dengan Tugu Jogja. Semoga di tahun-tahun berikutnya, ketika aku sudah berkeluarga, satu hal yang ku impikan, semoga aku di jodohkan kembali bertemu dengan Tugu Jogja bersama anak dan istri, dan akan kuceritakan tentang Jogja kepadanya. Selain itu, dimanapun aku di jodohkan bertemu dengan ikon-ikon sejarah, akan aku ceritakan bersama anak dan istriku. Amiiiin.

Komentar

Popular Posts

"Makrifat dari Kaum Pelacur"

 Oleh: Minju Wahai jiwa-jiwa yang terpisah dari tubuh. Sungguh merana dan terasingnya dirimu. Hati menangis, tapi mulut harus tetap bersuara merdu. Hidup bagaikan dipasung ditiang salib lebih lama dari yang dialami Yesus sang penebus dosa. Bedakmu yang tebal yang tebal tercipta dari sengsara yang tak mau berpisah dari kulitmu. Bajumu yang terbuka dan aurat yang kau perlihatkan ternyata masih kalah menariknya dari para pemimpin kita yang setiap hari memamerkan rumah mewah dan mobil keluaran terbaru mereka dari pabrik terkenal. Tubuhmu, kutukan yang muncul bukan dari langit tapi ciptaan yang dinasabkan oleh kekuatan sosial dan ekonomi politik. Adakah ahli spiritual dan mistikus yang sudi membahasakan desahanmu yang tidak kalah religiusnya dengan suara azan di menara-menara rumah tuhan? Perjalanan hidupmu dalam meresapi penderitaan hingga merasuk ke dalam pori-pori tubuhmu adalah salah satu bentuk aktifisme spiritual yang mendarah daging dalam dunia.  “Kami tidak pernah memilih h...

GHIRAH PESTA DEMOKRASI, MASYARAKAT HARUSLAH MEMBUKA CAKRAWALA BERPIKIR

  Oleh: Cak Emet Masyarakat harus cerdas mengontrol  ghirah -nya  dalam menghadapi pesta demokrasi , agar terhindar dari  sesuatu yang tidak diinginkan bersama ; perpecahan, pertikaian, permusuhan,  dan per-per yang buruk lainnya. “Yang hilang dari kita: Akhlaq ” sindir Prof. Quraish Shihab melalui sampul bukunya. Pesta demokrasi sebentar lagi digelar. Seluruh elemen telah memasang kuda-kuda, bersiap-siap menghadapi perhelatan pada ajang perpolitikan yang akan datang. Para pengamat telah mempersiapkan analisanya, para politisi telah mengatur langkahnya, para pemain telah mendesain permainannya, para calon telah memasang timnya, seluruh partai telah menyusun strateginya, dan rakyat sedang memantau dan menonton dari jauh. Pesta demokrasi yang digelar sekali dalam 5 tahun secara konstitusi ini merupakan pesta rakyat, yaitu sebuah momentum yang menentukan seperti NTB 5 tahun ke depan. Pesta demokrasi selalu dibumbui dengan beragam racikan, mulai dari sosia...

Tidak Hanya Menambang SDM, Perguruan Tinggi Juga Menambang SDA

Tugas dan tanggung jawab Perguruan Tinggi sebagai institusi akademik, ia tak lepas dari Tri Dharma Perguruan Tinggi: Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian. Dalam pembahasan revisi pembaharuan UU Minerba di ruang DPR, kerja Perguruan Tinggi tidak hanya menggali ilmu, namun juga menggali tanah. Sektor usaha tambang bukanlah satu-satunya. Bukankah, masih banyak sektor-sektor usaha lain yang bisa dikatakan tidak begitu sensitif terhadap persepsi publik. Oleh: Cak Emet Setelah memberikan izin pengelolaan tambang pada organisasi kemasyarakatan, kini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberikan izin pengelolaan tambang kepada Perguruan Tinggi. Sektor pertambangan semakin menjadi sorotan publik. Beragam respon muncul dari beragam kelompok dan institusi, mulai dari komunitas lingkungan, Asosiasi Pertambanhan, hingga institusi perguruan tinggi. Pro dan kontra tak terhindarkan. Ada yang mengkritik, ada pula yang menerima secara terbuka, selain itu ada juga memberi pertimbangan dengan sikap netral....